Reaksi China Terhadap Peningkatan Kehadiran Militer AS Di Pasifik

Reaksi China Terhadap Peningkatan Kehadiran Militer

AS Di Pasifik

Pernyataan Menhan AS,Leon Panetta yang akan meningkatkan kehadiran armada lautnya sampai 60 persen di kawasan Asia Pasifik disikapi Beijing dengan sangat hati-hati ,namun akan lebih waspada terhadap strategi Gedung Putih tersebut.

Dalam konteks ini China sebagai raksasa ekonomi dunia saat ini,tentu saja perlu memiliki kemamapuan militer yang setara juga untuk menunjang kemajuan ekonomi dan politiknya di kawasan halaman depan negeri tirai bambu itu.

Apalagi China masih mengklaim perairan Laut China Selatan,serta beberapa pulau dikawasn itu yang kini diklaim juga oleh Filipina,Jepang,Korea Selatan yang merupakan negara-negara yang sejak lama sudah terikat kerjasama militer dengan Washington.

Selain itu politik” satu China” yang dilakukan Paman Sam dan sekutunya tidak bisa dipercayai oleh Beijing, karena dalam persepsi rejim komunis terbesar dunia itu apa yang dilakukan AS,Inggris, Perancis tersebut hanya merupakan taktik imperialis untuk memecah belah China sebagaimana mereka lakukan pada abad -abad sebelumnya dahulu.

China tentunya tidak pernah melupakan bagaimana Barat menganeksir berbagai wilayahnya,sehingga China terpotong-potong oleh kerakusan Barat.Negara Tirai Bambu China pernah dijajah oleh mereka dalam waktu bersamaan,seperti Jepang, Jerman,Inggris,Perancis dan juga AS disaat Beijing lemah tak berdaya.

Pada zaman dahulu China dibombardir dengan candu sehingga generasi China tidak berdaya sama sekali utuk mengusir beberapa penjajah dari negerinya,sehingga terjadi pemberontakan Boxer yang ditindas juga oleh koalisi  dengan sangat kejam.Sejarah bagi China sangat penting,untuk mengingatkan kekeliruan masa lalu yang tidak akan diulanginya lagi.

Sekarang China sudah menjadi negara kuat dalam bidang ekonomi,politik dan juga militer yang tentu saja tidak mau dipermainkan oleh AS,Inggris,Perancis ,Jepang dan bangsa lainnya.Negara Tirai bambu China harus dihormati seperti halnya juga bangsa lainnya yang di hormati oleh Beijing.

Dalam rangka menjaga kedaulatan dan kemerdekaannya,China sangat mewaspadai soal kehadiran AS yang demikian pesat kehalaman depannya,laut China selatan.Kemunafikan Barat terhadap China senantiasa menjadi kajian Beijing,supaya tidak terjebak kedalam permaian licik mereka.Dalam masalah Taiwan misalnya,Beijing menganggapnya sebagai propinsi yang membelot yang pada suatu saat kedepan akan disatukan kembali dnegan daratan China,induknya.

Namun demikian hal itu senantiasa ddihalangi oleh AS,Perancis dan Inggris dengan menjual berbagai jenis mesin perangnya  kepada Taiwan.Masalah tersebut belum juga tuntas,bahkan sengketa negeri China dengan negara-negara pesisir Pasifik kini mulai dicampuri oleh Paman Sam dan sekutunya.

OLeh karenanya,Letnan Jenderal Ren Haiquan Senin 4 Juni 2012  mengatakan,bahwa masalah peningkatan kehadiran militer Paman Sam di kawasan Pasifik itu bukanlah dianggap ssebagai bencana.Akan tetapi hal tersebut dilakukan AS karena terdorong oleh krisis ekonomi  yang terjadi di AS sendiri,ujar pejabat tinggi militer China kepda Reuters .

Tanggapan Beijing terhadap kehadiran Washington di perairan Pasifik sejak lama sudah diperkirakan akan menimbulkan konflik kepentingan di kawasan,baik karena lintasan itu sangat penting bagi AS juga disinyalir kawasan perairan itu juga kaya dengan minyak dan gas.Selain itu kawasan Asia Pasifik relatif lebih aman dari krisis Euro,sehingga diperkirakan kawasan tersebut akan mengalami kemajuan pesat kedepan.Sekarangpun sudah mulai dirintis oleh negara-negara seperti China,India,Jepang,Korea Selatan, Malaysia, Vietnam, Filipina , Sinagpore,Thailand dan kemungkinan juga Indonesia.

Seiring dengan itu pula terjadi peningkatan anggaran pertahanan negara-negara tersebut,dan dengan peningkatan kehadiran AS hal ini akan lebih mendorong lagi negara bersangkutan untuk memperekuatkan dirinya.Kawasan Asia Pasifik pula menyimpan potensi konflik yang besar yang setuiaop saat bisa saja meledak ,seperti di Semenanjung Korea yang masih ditambah dengan konflik -konflik kecil yang bisa juga membesar,jika tidak segera bisa diselesaikan secara damai .

China menghendaki penyelesaian masalkah tersebut tidak dicampuri oleh negarfa asing,apalagi AS dan sekutunya.Tetapi Beijing menghendakinya suapaya masalah sengketa territorial hanya duselesaikan oleh negara-negara Asia sendiri,bukan oleh negara-negara bekas penjajah mereka dahulu.Sebagai negara besar ,China sekarang sedang menjalin kerjasamanya dengan ASEAN dalam berbagaiu hal yang bisa saling menguntungkan.Dan sekiranya negara-negara semacam AS ikut nimbrung dalam masalah-masalah bangsa Asia ,maka hal tersebut di khawatirkan tidak akan tuntas bahakan sebaliknya bisa lebih besar dan sangat berbahaya bagi kawasan tersebut.

Kemungkinan saja persepsi China dalam masalah Asia,biarkan diselesaikan saja oleh bangsa-bangsa Asia sendiri tanpa campur tangan Eropa.Sementara beberapa negara Asiapun semakin akrab dengan China,yang membentuk pasar bersama dan tidak mjustahil pula akan memberlakukan sistem mata uang bersama,yang mulai dirintis oleh Jepang,China dan Korea selatan karena mereka tidak mau lagi tergantung dengan dolar AS yang merupakan simbol imperialis Barat.Jika dahulu Presiden AS,James Monroe mengkampanyekan politik”America for the American”maka sekarang tidak ada salahnya sekiranya negara negara benua Asia juga mengkampanyekan konsep politiknya:”Asia fo the Asian”tentunya bukan sebagai pakta militer,tetapi sebagai wadah untuk mensejahterakan bangsa-bangsa Asia.

Penulis Teuku Muhammad Nurdin  

(mikeportal.blogspot.com/2012/10)

 

Belajar Tenses

1.    Simple Past Tense

Simple Past Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang telah terjadi pada waktu lampau dan tidak ada hubungannya dengan masa sekarang.

Rumus :

( + ) S + V2

( – ) S + did not + V1

( ? ) Did + S + V1

Example :

( + ) I went to Campus yesterday.

(Saya pergi ke Kampus kemarin.)

( – ) I did not go to Campus yesterday.

(Saya tidak pergi ke Kampus kemarin.)

( ? ) Did you go to Campus yesterday?

(Apakah kamu pergi ke Kampus kemarin?)

2.     Past Continuous Tense

Past Continuous Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang sedang beralangsung pada waktu lampau ketika kejadian lain terjadi.

Rumus :

( + ) S + was/were + Ving

( – ) S + was/were + not + Ving

( ? ) Was/were + S + Ving

Example :

( + ) I was listening to radio when the telephone rang

(Saya sedang mengdengarkan radio ketika telepon berbunyi.)

( – ) I wasn’t watching TV when you phoned me.

(Saya tidak sedang menonton TV ketika anda menelpon saya.)

( ? ) Were you Watching TV when I called you?

(Apakah kamu sedang menonton TV ketika saya menelpon kamu?)

3.     Past Perfect Tense

Past Perfect Tense digunakan untuk menerangkan suatu perbuatan atau peristiwa yang sudah selesai dilakukan pada waktu lampau.

Rumus :

( + ) S + had + V3

( – ) S + had + not + V3

( ? ) Had + S + V3

Example :

( + ) I had gone when He arrived at my Home.

(Saya pergi ketika dia tiba di rumah saya.)

( – ) She hadn’t been at home.

(Dia tidak ada di rumah.)

( ? ) Had you studied English when your father come here?

(Apakah kamu telah belajar Bahasa Inggris ketika ayahmu ke sini?)

4.     Past Perfect Continuous Tense

Past Perfect Continuous Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang sudah dimulai pada waktu lampau dan masih berlangsung terus hingga pada waktu yang lampau pula.

Rumus :

( + ) S + had + been + Ving

( – ) S + had + not + been + Ving

( ? ) Had + S + been + Ving

Example :

( + ) He had been living in here before he moved to Semarang.

(Dia telah tinggal di sini, sebelum dia pindah ke Semarang.)

( – ) They had not been sleeping until I can me to meet him.

(Mereke belum sedang tidur hingga saya menemui mereka.)

( ? ) Had she been finishing her duty before her leader inspected it?

(Apakah dia sudah menyelesaikan tugas-tugasnya sebelum pimpinannya memeriksanya?)

5.     Simple Present Tense

Simple Present Tense adalah suatu bentuk kalimat yang menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau kejadian yang merupakan kebiasaan sehari-hari.

Rumus :

( + ) S + V1 (s/es)

( – ) S + do/does + not + V1

( ? ) Do/does + S + V1

Example :

( + ) I drink coffee.

(Saya minum kopi.)

( – ) I don’t coffee

(Saya tidak minum kopi.)

( ? ) Do you drink coffee?

(Apakah kamu minum kopi?)

6.     Present Continuous Tense

Present Continuous Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang sedang berlangsung atau sedang dikerjakan, dan belum selesai di waktu sekarang.

Rumus :

( + ) S + to be + Ving

( – ) S + to be + not + Ving

( ? ) to be + S + Ving

Example :

( + ) I am waiting a letter now

(Saya sedang menulis surat sekarang.)

( – ) They are not speaking English

(Mereka tidak sedang berbicara Bahasa Inggris.)

( ? ) Is he watching TV now?

(Apakah dia sedang nonton TV sekarang?)

7.     Present Perfect Tense

Present Perfect Continuous Tenses digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau persitiwa yang sedang terjadi pada waktu lampau dan masih ada hubungannya dengan saat sekarang.

Rumus :

( + ) S + have/has + V3

( – ) S + have/has + Not + V3

( ? ) Have/has + S + V3

Example :

( + ) He has lived there for two years ago.

(Dia telah tinggal di sana selama dua tahun.)

( – ) They haven’t come here yet.

(Mereka belum datang kemari.)

( ? ) Have you eaten your brea?

(Apakah kamu sudah makan rotimu?)

8.     Present Perfect Continuous Tense

Present Perfect Continuous Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang dimulai dari waktu lampau dan masin terus berlangsung hingga waktu sekarang

Rumus :

( + ) S + have/has + been + Ving

( – ) S + have/has + not + been + Ving

( ? ) Have/has + S been + Ving

Example :

( + ) I have been studying English for over nine years.

(Saya telah belajar bahasa inggris selama lebih dari Sembilan tahun)

( – ) They haven’t been swimming since January .

(Mereka belum berenang lagi sejak bulan January.)

( ? ) Has she been studying English for two year?

(Apakah dia teleh mempelajari bahsa Inggris selama dua tahun?)

9.    Future Tense

Future Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang terjadi atau dilakukan pada waktu yang akan datang. Ciri penandanya misalnya terdapat kata tomorrow, next month, next year, next saturday, dan sebagainya.

Rumus :

( + ) S + will + V1

( – ) S + will + not + V1

( ? ) Will + S + V1

Example :

( + ) I will do to Jakarta next week.

(Saya akan ke Jakarta minggu depan.)

( – ) They will not sail to the sea.

(Mereka tidak akan berlayar ke lautan.)

( ? ) What will she do then?

(Apa yang akan dia lakukan selanjutnya?)

10.    Future Continuous Tense

Future Continuous Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang akan sedang terjadi pada waktu yang akan datang

Rumus :

( + ) S + will + be + Ving

( – ) S + will + not + be + Ving

( ? ) Will + S + be + Ving

Example :

( + ) My mother will be teaching math at o’clock next week.

(Ibu saya akan (sedang) mengajar matematika jam delapan minggu depan.)

( – ) We shall not be working at 7 p.m.

(Kita tidak akan (sedang) bekerja pada jam tujuh malam besok.)

( ? ) Will you be going out if she comes here to night?

(Akan Anda akan (sedang) keluar, jika dia datang ke sini nanti malam?)

11.    Future Perfect Tense

Future Perfect Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang sudah dimulai pada waktu lampau dan segera selesai pada waktu yang akan datang.

Rumus :

( + ) S + will + have + V3

( – ) S + will + not have + V3

( ? ) Will + S + have + V3

Example :

( + ) She will have been at home.

(Dia akan telah berada di rumah.)

( – ) The wild cat will not have been here for a year by next month.

(Kucing liar itu belum akan sudah di sini selama setahun setahun menjelang bulan ini.)

( ? ) Will you have been a doctor by next year?

(Akan Anda sudah menjado dokter tahun depan?)

12.    Future Perfect Continuous Tense

Future Perfect Continuous Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang sudah dimulai pada waktu lapau tetapi mungkin akan berlangsung pada waktu yang berlainan di masa mendatang.

Rumus :

( + ) S + will + have + been + Ving

( – ) S + will + not + have + been + Ving

( ? ) Will + S + have + been + Ving

Example :

( + ) By next new year I shall have been teaching at this SMU for three years.

(Menjelang tahun baru mendatang, (berarti) tiga tahun saya mengajar di SMU ini.)

( – ) I shall not have been staying here for five years by the end by month.

(Saya belum akan sudah tinggal di sini selama lima tahun menjelang akhir bulan ini.)

( ? ) Will she have been leaving the town for two years by end of this year?

(Apakah kamu akan sudah meninggalkan kota ini menjelang akhir tahun ini?)

13.    Past Future Tense

Past Future Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbutan atau peristiwa yang akan terjadi pada waktu lampau.

Rumus :

( + ) S + should/would + V1

( – ) S + should/would + not + V1

( ? ) should/would + S + V1

Example :

( + ) I would be there the week before.

(Saya mestinya berada di sana minggu sebelumnya.)

( – ) I should not give money if you to my shop.

(Saya tidak akan member uang jika kau datang ke tokoku.)

( ? ) Would he buy a shoes last month ?

(Akankan ia membeli sepatu bulan lalu?)

14.   Past Future Continuous Tense

Past Future Continuous Tenses ialah bentuk waktu untuk menyatakan perbuatan atau peristiwa yang akan sedang dilaksanakan dimasa lampau.

Rumus :

( + ) S + would + be + Ving

( – ) S + would + not + be + Ving

( ? ) Would + S + be + Ving

Example :

( + ) I should be beginning an examination at this time following day.

(Saya akan sedang memulai ujian pada jam ini di hari berikutnya.)

( – ) We couldn’t be playing at six o’clock yesterday moorning.

(Pukul enam kemarin pagi kita tidak akan sedang bermain.)

( ? ) Would you be playing a chess at three o’clock yesterday?

(Apakah kamu akan sedang bermain catur pada jam tiga kemarin?)

15.    Past Future Perfect Tense

Past Future Perfect Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang akan sudah selasai pada waktu lampau atau menyatakan pengandaian yang tidak mungkin terjadi karena syaratnya sudah pasti tidak akan terpenuhi.

Rumus :

( + ) S + would + have + V3

( – ) S + would + not + have + be + V3

( ? ) Would + S + have + V3

Example :

( + ) I should have been at home if you had invited me

(Saya akan sudah berada di rumah jika kamu telah mengundanku.)

( – ) He would not have graduated if he hadn’t studied hard.

(Dia tidak akan lulus seandainya dia tidak belajar dengan giat.)

( ? ) Would your aunt have wedded with my uncle if my father had been agreed?

(Apakah bibimu akan sudah menikah dengan pamanku, seandainya ayahku sudah

menyetujuinya?)

16.    Past Future Perfect Continuous Tense

Past Future Perfect Continuous Tense digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan atau peristiwa yang akan sudah sedang akan berlangsung pada waktu lampau.

Rumus :

( + ) S + would + have + been + Ving

( – ) S + would + not + have + been + Ving

( ? ) Would + S + have + been + Ving

Example :

( + ) We should have been teaching English at SMP for three years by the end of last year.

(Kami akan sudah sedang mengajar bahasa inggris di SMP selama tiga tahun menjelang tahun lalu.)

( – ) You would not have been studying mathematics for two month, by the end of lastmonth

(Kamu belum akan sudah belajar matematika selama dua bulan menjelang akhir bulan lalu.)

( ? ) Would they have been waiting for me for three hours by Last Sunday?

(Apakah mereka akan sudah sedang menungguku selama tiga jam menjelang hariminggu lalu?)

Japan Defense Cooperation and Exchanges with Southeast Asian Countries

Southeast Asian countries are located in an area strategically important for maritime traffic that connects Japan with the Middle East and Europe, and have long been traditional partners, having close economic relations with Japan. Promoting trust and cooperative relations for issues in various security challenges with these countries is meaningful for both Japan and Southeast Asian countries. Moreover, the countries of Southeast Asia are members of ADMM-Plus and ARF, so from the perspective of stabilizing the security environment in the Asia-Pacifi c region, it is imperative to build relationships of trust and cooperation with each country, with a view to cooperation in multilateral frameworks. In particular, as well as the interaction with Indonesia, Vietnam, Singapore and the Philippines, Japan is engaged in active exchanges of opinions with Cambodia, Malaysia and Thailand at various levels, concerning approaches to defense cooperation Darussalam, and Laos.

Indonesia
Indonesia accounts for about 40% of the land and population of Staff visited Indonesia in January 2013 and, as well as paying a
courtesy visit to President Susilo Bambang Yudhoyono, and held discussions with the Indonesian Army Chief of Staff, engaging
in an exchange of opinions concerning such matters as cooperation in non-traditional security fi elds. In June the same year, Japan-Indonesia Defense Ministers Conference was held during the 12th Shangri-La Dialogue, and the two nations agreed to continue the cooperation in the area of defense based on the concept of the strategic partnership. There have also been numerous developments at the working level, including the discussions involving the diplomatic and defense authorities that began in November 2011, discussions between the defense authorities alone, and the sharing of knowledge and experience Furthermore, Japan is working with Indonesia in an endeavor to strengthening cooperation through capacity building, and in and exchange, and frameworks for regional security cooperation.
In addition, Japan is proactively engaged in discussions with defense offi cials, unit exchanges, and the dispatch and hosting of international students. Furthermore, we are also striving to strengthen relationships with Myanmar, Brunei Southeast Asia and is a major power in the region, as well as being the largest island country in the world. Japan engages in close defense cooperation and exchange with Indonesia, which is a strategic partner of our nation. Moreover, great progress has been made in defense cooperation and exchange through the visit to Indonesia by the Administrative Vice-Minister of Defense in February 2012, as well as talks at the army, navy and air force chief of staff level. In particular, the GSDF Chief of February 2013, the MSDF offi cials and other personnel were dispatched to the Indonesian Navy Hydrographic Offi ce, to conduct a short-term seminar on marine meteorology.

GSDF Chief of Staff Kimizuka and President of Indonesia Yudhoyono

Diunduh dari : 

http://www.mod.go.jp/e/publ/w_paper/pdf/2013/38_Part3_Chapter2_Sec2.pdf

PENILAIAN KINERJA PEGAWAI, SUATU TINJAUAN

PENILAIAN KINERJA PEGAWAI, SUATU TINJAUAN

Oleh :

Agus Purwo W., MM, MA

 

Apa itu Kinerja?

Istilah kinerja menurut The Scibner Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Kanada (1979) yang dikutip Joko Widodo (2005:77-78) menyebutkan bahwa kinerja berasal dari akar kata to performance yang diartikan sebagai to do or carry out; execute (melakukan, menjalankan, melaksanakan), to discharge or fulfill; as a vow (memenuhi atau menjalankan kewajiban satu nazar), to portray, as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan), to render by voice or a musical instrument (menggambarkannya dengan suara atau alat musik), to execute or complete an undertaking (melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab), to act a part in a play (melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permainan), to perform music (memainkan/pertunjukan musik), to do what is expected of a person or machine (melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin).  Performance oleh Lembaga Administrasi Negara RI yang dikutip Sedarmayanti (2001:50) diartikan sebagai kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja.   Sedangkan oleh AA. Anwar Prabu M. (2000:67) dikatakan bahwa kinerja berasal dari kata Job Performance atau  Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).

AA. Anwar Prabu M. (2000:67) mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sementara Prawirosentono (1999) yang dikutip Joko Widodo (2005:78) mendefinisikan kinerja sebagai suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.  Sedangkan menurut Rogers (1994) yang dikutip Mahmudi (2005:6) mendefinisikan kinerja merupakan hasil kerja itu sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi.  Sementara August W. Smith dalam Sedarmayanti (2001:50) menyatakan bahwa performace atau kinerja adalah : “…output drive from processes, human or otherwise”, jadi dikatakannya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses.  Bambang Kusriyanto (1999:3) mengemukakan bahwa kinerja sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Selanjutnya Lembaga Administrasi Negara RI (1999) yang dikutip Joko Widodo (2005:79), kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi.

Bernadin dan Russel dalam Sianipar (2000:44) menyatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu.  Pendapat Bernadin dan Russel ini mengindikasikan bahwa kinerja merupakan hasil pengelolaan seluruh sumber daya fisik maupun non fisik pada aktifitas kerja seseorang maupun organisasi.  Soeprihanto (1998 : 17), menyatakan bahwa kinerja dapat dipahami sebagai ekspresi seluruh potensi yang dimiliki seseorang dalam mengemban tanggung jawab yang dapat dipantau dari sisi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan.

Faktor yang mempengaruhi Kinerja

Joko Widodo (2005:80) menyebutkan bahwa kinerja individu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kemampuan, kecakapan, dan harapan-harapan.   Sedangkan menurut Keith Davis yang ditulis kembali AA. Anwar Prabu M. (2000:67-68) menyebutkan adanya dua faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), yang dirumuskan bahwa Human Performance = Ability + Motivation; Motivation = Attitude + Situation; Ability = Knowledge + Skill.   Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill).  Pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man or the right job).   Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organsasi atau tujuan kerja.

David C. McClelland (1997 : 25) berpendapat bahwa ada hubungan positif antara motif dengan mencapai kinerja.  Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.  Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja.   Hal ini karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah.

Nestrom dan Davis menyatakan bahwa terdapat hubungan yang jelas antara kinerja (performance), kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Bahwa peran yang dimainkan oleh perilaku organisasi dalam menciptakan hasil dari organisasi sangatlah penting.  Peran tersebut pada dasarnya terdiri dari dua faktor yaitu faktor pertama adalah kemampuan (ability), kemampuan hasil interaksi dari pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) seseorang dan faktor kedua adalah motivasi (motivation), sebagai hasil interaksi dari sikap (attitude) dan keadaan kerja (situation). Interaksi antara kemampuan dengan motivasi merupakan potensi seseorang (potential human) untuk berbuat, dan potensi seseorang yang berinteraksi dengan sumber daya (resources) merupakan kinerja.

Lawler menyatakan bahwa perilaku kerja dipengaruhi oleh tidak hanya motivasi, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan. Betapapun seseorang termotivasi untuk berkinerja tidaklah dapat tercapai secara maksimal. Wagner III dan Hollenbeck dalam Praptini (2002 : 20) menyatakan bahwa kinerja (performance) merupakan kombinasi dari faktor-faktor motivasi (motivation) dengan upaya (effort), kemampuan (ability) dan ketepatan persepsi peran (accuracy of perception).

Keadaan ini pula disebutkan oleh Stoner (1998:34) yang mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi motivasi, kemampuan dan persepsi peran. Motivasi merupakan kebutuhan psikologis yang mendorong menggerakkan perilaku seseorang menuju tercapainya suatu tujuan. Kemampuan adalah semua atribut non motivasional yang dimiliki individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Sedangkan persepsi peran adalah pemahaman peran atau pemahaman seseorang atas tugas atau perilaku yang diperlukan untuk mencapai kinerja tinggi.

Miller J.M dalam Praptini (2002:23 ) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mendukung pencapaian kinerja, yakni lingkungan kerja (environment) dan karakteristik pegawai (personal characteristic).  Unsur-unsur lingkungan kerja adalah kesesuaian peran (role match), sumber daya (resources), bimbingan (guidance) dan pelatihan (training). Sedangkan karakteristik pegawai meliputi kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) yang berarti bahwa seseorang dapat bekerja lebih baik adalah jika terdapat kemampuannya dengan tujuan organisasi saling mendukung satu sama lainnya. Namun juga tidak demikian bila tidak memiliki kemampuan untuk memadukan seluruh unsur-unsur yang ada maka juga tidak dapat berkinerja dengan baik, walaupun seluruhnya tersedia optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Sharle yang melihat kinerja sebagai tampilan yang mengungkapkan bagaimana hal-hal tersebut dikerjakan dan yang tidak dikerjakan, yang di dalamnya tercakup hubungan interpersonal, komunikasi, pengaruh-pengaruh, pola kerja sama dan konflik.

Sedangkan pendapat dari Walker (1995:51) bahwa kinerja dipengaruhi oleh upaya (effort) dan kemampuan (ability), bahwa perubahan yang mempengaruhi kinerja yang dapat dikontrol oleh manajemen antara lain tugas atau aktivitas yang harus diselesaikan, gaya supervisi organisasi kerja, kondisi, imbalan, waktu kerja dan sebagainya.  Dan sasaran kinerja yang dikaitkan dengan sasaran organisasi semuanya memberikan efek langsung pada tingkat usaha individu dalam melaksanakan tugas dan jabatannya.  Apabila seseorang bekerja tanpa didukung keterampilan, kemampuan dan pengetahuan hal-hal tersebut, maka tidak akan menghasilkan kinerja yang baik.

Apa itu Penilaian Kinerja Pegawai

Penilaian kinerja pegawai dikenal dengan istilah performance rating, performance appraisal, personnel assessment, employee evaluation, merit rating, efficiency rating, service rating.   Leon C. Megginson (1981) mengemukakan bahwa Performance Appraisal adalah suatu proses yang digunakan manajer untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai yang dimaksudkan.  Sedangkan Andrew E. Sikula (1981) menjelaskan bahwa Employee Evaluation merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.   Penilaian adalah proses penaksiran atau penentuan nilai, kualitas, atau status dari beberapa objek, orang ataupun sesuatu.   Dengan demikian bahwa kinerja pegawai adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin organisasi secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya (AA. Anwar Prabu M., 2000:69).

M. Manullang (1997:21) menyatakan penilaian kinerja sebagai suatu penilaian secara sistematis kepada pegawai oleh beberapa orang ahli untuk satu atau beberapa tujuan tertentu.  Sedangkan Susilo Martoyo (1995:32) mengemukakan pengertian penilaian kinerja pegawai sebagai suatu proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi kinerja pegawai.

Penilaian kinerja adalah proses evaluasi kinerja seseorang dengan tujuan untuk melihat kemampuan pegawai dalam memberikan konstribusi pada fokus strategik dari organisasi.   Penilaian prestasi kerja meliputi dimensi kinerja dan akuntabilitas pada setiap individu, unit organisasi maupun keseluruhan unit-unit yang terkait baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi. Dimensi kinerja diantaranya prakarsa, pendidikan dan pengetahuan, kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, kualitas, tanggung jawab dan motivasi.

Manfaat dan Tujuan Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja dapat dilihat dari perspektif pengembangan organisasi, namun pada dasarnya sebagai umpan balik bagi organisasi untuk membuat keputusan bagi pegawainya, apakah perlu mendapat pelatihan, pendidikan, peringatan atau pemecatan.  Menurut Sjafri M. (2002:19) penilaian kinerja yang ditinjau dari perspektif manajemen sumber daya manusia adalah bermanfaat untuk perbaikan kinerja, penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, kebutuhan pelatihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karir, defisiensi proses penempatan staf, dan umpan balik pada sumber daya manusia.

Manfaat dari pelaksanaan penilaian kinerja yang berhasil dapat dilihat dari 3 (tiga) kelompok, yaitu :

  1. Bagi Organisasi
    1. Terjadi perbaikan kinerja disemua simpul organisasi karena komunikasi yang lebih efektif, peningkatan kebersamaan dan loyalitas, serta peningkatan kemampuan manajerial.
    2. Peningkatan segi pengawasan melekat.
    3. Kemampuan mengenali setiap yang timbul dalam kelompok untuk meningkatkan kinerja, dan perbaikan selanjutnya.
    4. Kejelasan dan ketetapan pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai sehingga organisasi dapat membuat rencana dari program pengembangan secara lebih tepat.
    5. Setiap kelainan dan ketidakjelasan dalam membina sistem prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik dapat diciptakan dan dipertahankan.
    6. Pegawai yang potensial menjadi lebih mudah terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan dan memungkinkan peningkatan tanggung jawab.
    7. Keuntungan yang diperoleh instansi menjadi lebih besar, evaluasi kinerja akan menjadi berita baik bagi setiap orang dan setiap pegawai akan mendukung pelaksanaan evaluasi kinerja, mau berpartisipasi secara aktif sehingga pekerjaan selanjutnya dari evaluasi kinerja akan lebih mudah.
  1. Bagi Penilai (Manajer)
    1. Evaluasi kinerja berpeluang untuk mengembangkan sistem pengawasan, baik untuk pekerjaan manajer sendiri maupun pekerjaan pegawai bawahannya dan dari sistem manajemen perkantoran atau unit kerja produktif lainnya sehingga unit kerja dipegang oleh pegawai dengan fungsi yang jelas.
    2. Evaluasi kinerja memberi kesempatan kepada manajer untuk dapat mengidentifikasikan ide atau wawasan baru untuk perbaikan manajemen selanjutnya.
    3. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer maupun para pelaksananya.
    4. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantaranya manajer dan juga para pelakasananya karena telah berhasil mendekatkan ide dari pegawai dengan ide para manajernya.
    5. Kesempatan untuk mendekatkan atau mengurangi kesenjangan antar sasaran kelompok atau sasaran departemen / organisasi.
    6. Suatu kesempatan bagi manajer untuk menjelaskan kepada pegawai apa yag sebenarnya diinginkan oleh pihak manajemen dari para pegawai sehingga para pegawai dapat mengukur dirinya berkarya sesuai dengan harapan  (expectation) dari manajer tadi.
    7. Evaluasi kinerja juga merupakan kesempatan berharga untuk manajer agar dapat menilai kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas baru.
    8. Evaluasi kinerja media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau hubungan antar pribadi antara pegawai dengan pimpinan, berdasarkan prinsip saling percaya dan saling pengertian.
  2. Bagi Pegawai
    1. Kesempatan untuk umpan balik mengenai kinerjanya. Setiap pegawai memerlukan apa yang disebut umpan balik untuk mengetahui apakah yang dikerjakannya itu sudah benar sesuai dengan ketentuan. Pegawai sendiri sering tidak dapat melihat diri sendiri secara objektif, orang lain akan melihat lebih objektif, karena sudut pandang yang berbeda. Tanpa umpan balik pegawai cenderung untuk menilai diri terlalu tinggi dan apabila ada kegiatan evaluasi kinerja maka pegawai akan merasa dikritik dianggap pekerjaanya kurang atau menyalahi ketentuan.
    2. Pekerjaan manajer memang memberikan umpan balik. Namun umpan balik dari evaluasi kinerja diberikan terstruktur dan tidak dikaitkan dengan pekerjaan yang sedang dilakukan. Teguran yang diberikan dalam kegiatan sehari-hari sangat bersifat sementara. Evaluasi kinerja bagi seorang pegawai merupakan penilaian secara keseluruhan, bukan dari kacamata insidentil dari atasan, namun merupakan gambaran keseluruhan dari suatu proses pekerjaan. Selain itu evaluasi kinerja memberikan kesempatan pengakuan secara formal dari apa yang telah dikerjakan oleh ternilai, dengan kemungkinan pengakuan pekerjaan yang terdahulunya tidak diperhatikan.
    3. Dengan adanya umpan balik yang telah didokumentasikan, pegawai merasa adanya perlindungan. Seandainya ada catatan tertulis yang menunjukan bahwa pegawai melaksanakan pekerjaan yang baik, maka atasan akan melihatnya dalam arti keseluruhan dan kekeliruan yang sifatnya insidentil, kesalahan pegawai dapat dianggap biasa dan tidak mempengaruhi secara kuat.
    4. Seandainya tidak ada sistem evaluasi kinerja, tidak berarti pegawai dievaluasi. Artinya evaluasi itu dilakukan secara diam-diam, tanpa sepengetahuan pegawai. Karena itu evaluasi kinerja yang dilakukan secara diam-diam.

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi atau instansi melalui peningkatan kinerja dari pada pegawainya. Secara lebih spesifik, tujuan dari penilaian atau evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan oleh Agus Sunyoto (1999:1) adalah :

  1. Meningkatkan saling pengertian antar pegawai tentang persyaratan kinerja.
  2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang pegawai, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
  3. Mencatat dan membuat analisis dari setiap persoalan untuk mencapai persyaratan kinerja tersebut.
  4. Memberikan peluang kepada pegawai untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
  5. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga pegawai termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
  6. Memeriksa secara pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

Sasaran Penilaian Kinerja

Setiap pegawai dikatakan dapat melakukan tugas dengan efektif dan efisien apabila mereka mengetahui apa yang harus dikerjakan, mengetahui mutu yang disyaratkan dalam mengerjakan pekerjaan tersebut, dan mengetahui sejauh mana tingkat kualitas pekerjaan yang diharapkan oleh pimpinan dapat dilakukan oleh pegawai.  Untuk memenuhi ketiga kriteria tersebut, setiap pegawai hendaknya dapat mengemukakan pandangannya mengenai ketiga kriteria sasaran tersebut, dan pimpinan dapat memperhatikan kemampuan, keinginan, dan potensi  dari pegawai ke dalam proses perencanaan, sehingga dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian.    Sasaran dari penilaian kinerja dikemukakan oleh Agus Sunyoto (1999:2) ada empat, yaitu:

  1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodeik baik itu kinerja pegawai, pimpinan, dan organisasi atau organisasi atau instansi.
  2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para pegawai melalui audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya, dan atas dasar penilaian atau evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
  3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh pegawai, mutu yang harus dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pegawai.
  4. Menempatkan potensi pegawai yang berhak memperoleh promosi, dan kalau perlu berdasarkan hasil diskusi antara pegawai dengan pimpinannya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan system promosi lainnya seperti imbalan (reward system recommendation)

Keempat sasaran itu semuanya positif, tidak ada satupun yang bernada menyudutkan pegawai dan yang akan mengurangi tingkat fasilitas yang sudah diperoleh pegawai. Namun tentu berakibat kurang memuaskan bagi mereka jika ternyata dalam evaluasi itu terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki yang sumbernya berasal dari pegawai.   Jika itu terjadi tingkat produktivitas yang tidak sesuai dengan harapan dan perhitungan, dan penyebabnya adalah kurangnya kemampuan dan keterampilan karyawan. Menyikapi hal tersebut diperlukanlah pendidikan dan pelatihan. Karena itu pendapat mengenai perlu atau tidaknya dilaksanakan penilaian kinerja terbagi dua, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju.

Mereka yang kurang setuju dengan penilaian kinerja menyatakan bahwa penilaian kinerja semata-mata suatu upaya organisasi atau instansi untuk mencari kambing hitam diantara para pegawai agar ada dasar yang kuat untuk bertindak secara administratif kepada pegawai yang bersalah.   Pihak lain beranggapan bahwa evaluasi kinerja merupakan sarana untuk menegur mereka yang tidak melakukan pekerjaannya dengan baik di dalam organisasi atau instansi. Banyak organisasi atau instansi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang pertama, yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya.

Untuk itu sangat tergantung dari pada pelaksanannya yaitu para pegawai agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi atau instansi dalam corporate planingnya. Untuk itu pula perhatian hendaknya ditujukan kepada kinerja, suatu konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja agar mencapai yang terbaik, dan ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin orang-orang.

Kegiatan memimpin dan membina orang itu sama pentingnya dan sama berharganya dengan kegiatan organisasi atau instansi. Jadi fokusnya adalah bagaimana usaha untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kinerja dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.  Untuk mencapai itu perlu dirubah cara bekerjasama, dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Jadi pimpinan dan juga mereka yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan penilaian kinerja harus pula dinilai secara periodik (Agus Sunyoto, 1999:3).

 

Prinsip Dasar Penilaian Kinerja

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar dari penilaian kinerja adalah :

1.         Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam pelaksanaan penilaian kinerja. Jadi bukan semata-mata menyelesaikan persoalan itu sendiri, namun pimpinan dan pegawai mampu menyelesaikan persoalannya sendiri dengan baik setiap saat, setiap ada persoalan baru. Jadi yang penting adalah kemampuannya.

  1. Selalu didasarkan atas suatu pertemuan, misalnya dari hasil diskusi antara pegawai dengan penyelesaian langsung, suatu diskusi yang konstruktif untuk mencari jalan yang terbaik dalam meningkatkan mutu dan baku yang tinggi.
  2. Suatu proses manajemen yang dialami, jangan merasa dan menimbulkan kesan terpaksa, namun dimasukan secara sadar kedalam corporate planning, dilakukan secara periodik, terarah dan terprogram, bukan yang cuma setahun sekali atau kegiatan yang dilakukan jika manajer ingat saja.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan oleh penilai kinerja pegawai adalah (Andrew E. Sikula dalam AA. Anwar Prabu M. (2000:74) :

1.         Hallo Effect, penilaian yang subjektif diberikan kepada pegawai, baik yang bersifat negatif maupun positif yang berlebihan dilihatnya dari penampilan pegawai.

2.         Liniency, penilaian kerja yang cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi dari yang seharusnya.

3.         Strickness, penilaian kinerja yang memiliki kecenderungan memberikan nilai yang terlalu rendah dari yang seharusnya.

4.         Central Tendency, penilaian yang cenderung memberikan nilai rata-rata (sedang).

5.         Personal Biases, penilaian kinerja memberikan nilai yang baik kepada pegawai senior, lebih tua usia, atau yang berasal dari suku bangsa yang sama.

Pengukuran Kinerja

Pengukuran kerja merupakan alat bagi manajemen yang berbasis kinerja yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan.    Pengukuran kinerja didefinisikan oleh Robertson (2002) yang dikutip kembali oleh Mahmudi (2005:7) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.  Sehingga bagi para top manajemen adalah sangat penting untuk menentukan apakah tujuan pengukuran kinerja adalah untuk menilai hasil kerja (performance outcome) ataukah menilai perilaku pegawai (personality).

Hasil pengukuran kinerja merupakan wujud akuntabilitas para pejabat atau manajer atas kinerja mereka dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung jawabnya.  Pengukuran kinerja juga untuk melihat tingkat kegagalan dan keberhasilan organisasinya dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana strategis (renstra).   Pengukuran kinerja adalah menjadi suatu keharusan bagi setiap unit organisasi, karena :

a.         Jika kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara keberhasilan dengan kegagalan.

b.         Jika suatu keberhasilan tidak diidentifikasi, maka kita tidak dapat menghargainya.

c.         Jika keberhasilan tidak dihargai, kemungkinan besar malahan menghargai kegagalan.

d.         Jika tidak mengenali keberhasilan, berarti juga tidak akan belajar dari kegagalan.

Mengingat arti pentingnya pengukuran kinerja, maka kiranya perlu dilakukan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan setiap personel dalam melakukan pengukuran kinerja unit organisasi atau instansinya.

Ruang Lingkup Pengukuran Kinerja

Andrew E. Sikula (1981) yang dikutip AA. Anwar Prabu M. (2000:73-74) mengemukakan bahwa ruang lingkup pengukuran kinerja berumuskan 5W+1H, yaitu :

1.         Who (siapa), pertanyaan ini mencakup siapa yang harus diniliai dan siapa yang harus menilai.

2.         What (apa), pertanyaan ini mencakup objek/materi yang dinilai (hasil kerja, kemampuan, sikap, kepemimpinan, dan motivasi) dan dimensi waktu (kemampuan saat ini dan potensi yang akan datang).

3.         Why (mengapa), pertanyaan ini diupayakan mampu menjawab tujuan dari pengukuran kinerja, seperti untuk memelihara potensi kerja, menentukan kebutuhan pelatihan, dasar pengembangan karier, maupun dasar promosi jabatan.

4.         When (bilamana), pertanyaan ini mencakup kapan pengukuran harus dilakukan, apakah secara formal (periodik) ataukah secara informal (terus menerus).

5.         Where (dimana), pertanyaan ini mencakup apakah penilaian harus dilakukan di tempat kerja atau diluar tempat kerja (memalui jasa konsultan).

6.         How (bagaimana), pertanyaan ini mencakup apakah penilaian harus dilakukan dengan metode tradisional (rating scale, employee comparison), ataukah metode modern (management by objective, assessment centre).

Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan tujuan organisasi.  Indikator kinerja diartikan sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran organisasi.   Indikator kinerja juga dapat dijadikan patokan (standar) menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai misi dan visi organisasi.  Sedangkan kinerja pegawai, erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang  sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau performance standard.  T.R. Mitchell (1978) yang dikutip Sedarmayanti (2001:51) menyebutkan lima (5) aspek yang dijadikan indikator atau ukuran dalam mengadakan pengkajian tingkat kinerja seseorang, adalah  :

a.         Quality of work, yang terdiri dari komponen mutu hasil pekerjaan dan sikap dalam bekerja.

b.         Promptness, yang terdiri dari komponen tingkat kehadiran dan pemanfaatan waktu luang.

c.         Initiative, yang terdiri dari komponen tingkat inisiatif dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

d.         Capability, yang terdiri dari komponen kehandalan dalam menyelesaikan tugas dan pengetahuan tentang pekerjaan.

e.         Communication, yang terdiri dari komponen kejujuran dalam menyampaikan pendapat dan kerjasama dalam menyelesaikan pekerjaan.

Sedangkan menurut Higgins yang dikutip Husein Umar (2000:266) variabel kinerja terdiri atas sepuluh komponen, yaitu mutu pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab, dan pemanfaatan waktu.

Dilakukannya penilaian kinerja disebabkan adanya kaitan tujuan dari organisasi dalam suatu sistem organisasi. Tujuan utama dari sistem perilaku organisasi adalah untuk mengidentifikasikan peubah manusia dan peubah organisasi. Beberapa dari variabel tersebut hanya dapat dikenali melalui dampaknya, sedangkan beberapa yang lainnya dapat dikendalikan.  Hasilnya dari proses manipulasi peubah tersebut dapat diukur dalam berbagai bentuk berdasarkan kriteria di bawah ini, yaitu :

  1. Kinerja.   Prestasi kerja terdiri dari kualitas, kuantitas produk, pelayanan dan tingkat pelayanan pelanggan.
  2. Kepuasan kerja.  Kepuasan kerja sering kali melalui rendahnya tingkat kemangkiran, kemalasan dan tidak di tempat, tidak melaksanakan tugas dan keluar dari lingkungan kerja.

Penilaian yang dilakukan oleh Robbin P. Stepen (1997 : 46) yang membagi dalam tiga kriteria yaitu :

1)                  Hasil dari tugas yang meliputi kuantitas produksi, sisa produksi dan biaya produksi.

2)                  Perilaku yang meliputi ketepatan waktu pemberian laporan bulanan pegawai, atau penilaian pegawai terhadap gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pimpinan.

3)                  Karakter yang meliputi sikap yang baik, memperlihatkan percaya diri, mandiri atau dapat bekerja sama, selalu sibuk atau punya pengalaman yang kaya.

Untuk mengetahui peningkatan atau penurunan maka penilaian/evaluasi kinerja merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan. Hasil dari evaluasi kinerja dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan perbaikan dalam meningkatkan kinerja pegawai di masa yang akan datang.

Evaluasi Hasil penilaian Kinerja

Evaluasi hasil penilaian kinerja bertujuan untuk :

1.         Mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran dan tujuan.

2.         Mengetahui faktor apa yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran dan tujuan.

3.         Mengetahui kendala apa yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran dan tujuan, sekaligus solusi apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah dan kendala yang ditemukan.

4.         Mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran dan tujuan untuk melaksanakan dan mewujudkan misi organisasi.

Evaluasi hasil penilaian kinerja dalam manajemen strategis diarahkan pada :

1.         Evaluasi pencapaian indikator kinerja kegiatan, berisi analisis atau penjelasan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan.

2.         Evaluasi tingkat efisiensi, berisi analisis tingkat efisiensi yang dicapai dengan cara membandingkan antara masukan dengan keluaran.

3.         Evaluasi tingkat efektivitas, menjelaskan tingkat kesesuaian capaian tujuan dan sasaran dengan hasil, manfaat, dan dampak.

4.         Evaluasi kinerja nyata tahun ini dengan tahun sebelumnya, menggambarkan perkembangan atau kemajuan yang dicapai dari pelaksanaan kegiatan.

5.         Evaluasi tingkat pencapaian tujuan dan sasaran, berisi analisis atau menjelaskan tentang pencapaian kinerja kegiatan dengan pencapaian kinerja sasaran dan tujuan organisasi.

Meningkatkan Kinerja Pegawai.

1.         Menjaga dan Mendorong Motivasi Pegawai.

Richard S. Sloma dalam bukunya How to Measure Managerial Performance yang dikutip Joko Widodo (2000:81-84) menyebutkan bahwa untuk menjaga dan mendorong motivasi pegawai, perlu dilakukan sebagai berikut :

a.         Set goal and performance criteria, dimana manajer harus menentukan apa yang menjadi tujuan dan apa yang hendak dicapai organisasi dan ditentukan pula kriteria kinerjanya.  Hal inilah yang dapat digunakan sebagaai acuan, referensi, dan pedoman para pegawai sebagai pelaku organisasi sehingga mereka mengetahui apa yang harus dipersiapkan dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

b.         Provide Insentives, so that Subordinate want to reach goal and meet performance criteria, dimana manajer harus mampu menyediakan insentif (pendorong kerja) baik berupa gaji, komisi, penghargaan, atau dalam bentuk lain agar subordinate (dan para pegawai) bersedia mencapai tujuan organisasi melalui aktivitas yang responsible, accountable, dan responsiveness sesuai dengan criteria yang ditetapkan.

c.         Give regular objective feedback so that people know where the stand in the work, dimana manajer harus memberikan umpan balik secara rutin agar para pegawai dapat mengetahui bagaimana posisi dan peran yang dimainkan (dapat digunakan sebagai self introspection) dalam pelaksanaan pencapaian tujuan.  Kondisi demikian akan dimanfaatkan para pegawai untuk mempersiapkan apa yang harus dilakukannya pada masa mendatang.

d.         Use techniques of participate management where by employees participate when it is appropriate in decisions which affect them and their work.  Manager harus menerapkan manajemen partisipatif, yakni para pegawai diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tertentu agar mereka dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik.   Manajemen partisipatif inilah yang lebih dikenal dengan Total Quality Management (TQM), dimana merupakan suatu cara untuk mencapai kualitas pelayanan total dengan cara melibatkan semua pihak di dalam organisasi.

e.         Hold regularly, two way communicative meeting with subordinate, dimana manajer harus menyelenggarakan komunikasi dua arah secara rutin dalam setiap pertemuan dengan bawahan.  Baik pimpinan maupun bawahan harus sama-sama membuka diri untuk menerima argumentasi dalam memecahkan suatu masalah atau dalam membuat suatu keputusan.  Komunikasi dua arah disamping dapat memecahkan masalah dan keputusan tepat dapat diambil, juga keduanya dapat dilaksanakan dan didukung oleh semua pihak.

2.         Peningkatan Kualitas Pegawai.

Pegawai dikatakan berkualitas, jika mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.  Disamping kemampuan ( berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan), akan lebih efektif apabila disertai kemauan (berkaitan dengan motivasi, komitmen, dan keyakinan diri) yang bersangkutan.  Kemampuan para pegawai dapat dilaksanakan dengan :

a.         Melalui pendidikan, baik jenjang formal (S1, S2, S3) maupun pengembangan (Adum, Sepama, Sepamen, dan Sepati yang sekarang menjadi Diklatpim IV, III, II, I).

b.         Melalui pelatihan, kursus, seminar, diskusi, dan sejenisnya, baik yang diselenggarakan sendiri maupun diselenggarakan oleh lembaga lain bisa publik maupun bisnis.

c.         Melalui pengalaman, dengan  melakukan tour of duty dalam menjalan-kan tugas, wewenang, dan tanggung jawab agar mempunyai motivasi yang tinggi dengan suasana baru.

d.         Revitalisasi, dimana pimpinan dan para pegawainya harus mengubah posisi dan peran dalam memberikan pelayanan.  Hal ini dikarenakan kondisi masyarakat yang telah mengalami perkembangan yang sangat dinamis, dengan tingkat kehidupan yang semakin baik.

Penutup

Pengertian kinerja sebagaimana telah digambarkan diatas, pada hakekatnya berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.  Kinerja individu atau perorangan (individual performance) dan organisasi (organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat.  Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya (termasuk sekelompok orang) yang berperan aktif, sementara individu atau sekelompok orang dapat menjalankan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dengan baik, sangat tergantung kepada struktur dan sumber daya yang lain yang dimiliki organisasi.  Dengan demikian, kinerja organisasi salah satunya ditentukan oleh kinerja individu sebagai pelaku organisasi, sedangkan kinerja individu sebagai pelaku organisasi juga ditentukan oleh struktur dan sumber daya yang dimiliki organisasi.

Daftar Pustaka :       

 AA. Anwar Prabu Mangkunegara : Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan.  Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung, 2000.

AA. Nyoman Sukawati :  Kinerja Karyawan. Parameter UNJ nomor 14 Tahun XIX. Jakarta, 2002.

Achmad. S Ruky : Sistem Manajemen Kinerja. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.

Agus Dharma : Manajemen Prestasi Kerja. Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, 1996.

Agus Sunyoto :  Manajemen Sumberdaya Manusia.  Modul Program Pasca Sarjana STIE IPWI. Jakarta, 1999.

Bambang Kusriyanto : Meningkatkan Produktivitas Karyawan, cetakan ke-4, Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1999.

Edwin B Filipo:  Manajemen Personalia. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1997.

Faustino Cardoso Gomes :  Manajemen Sumberdaya Manusia. Andi Offset, Yogyakarta, 1995.

Gouzali Saydam :  Manajemen Sumberdaya Manusia.  Jilid I, Penerbit Gunung Agung Jakarta, 1996.

Heidjrachman Ranunpandojo dan Suad Husnan “Manajemen Personalia”. Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, 1995.

Henry Simamora : Manajemen Sumber Daya Manusia.  Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta, 1995.

Husein Umar :  Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi.  Cetakan ketiga, Penerbit PT. Gramedia. Jakarta, 2000.

Husein Umar : Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi.  Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.

Joko Widodo :  Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja.  Edisi Pertama. Bayumedia. Malang, 2005.

J.P.G. Sianipar : Perencanaan Peningkatan Kinerja.  Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 2000

Mahmudi :  Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP-AMP YKPM. Yogyakarta, 2005.

Malayu S.P Hasibuan : Manajemen Sumber Daya Manusia.  Penerbit CV. H.Masagung, Jakarta, 1996.

M. Manullang :  Management Personalia.  Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997.

Moekijat :  Manajemen Kepegawaian.  Alumni Bandung, 1995.

Republik Indonesia :  Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan.

Soesilo Mattoyo :  Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke III. Penerbit BPFE Yogyakarta, 1996.

Soewarno Handayaningrat :  Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Cetakan Kesembilan. Jakarta, 1989.

Sondang P. Siagian :  Manajemen Sumberdaya Manusia. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta, 1994.

T. Hani Handoko :  Manajemen. Edisi 2 Cetakan Keenambelas, BPFE-UGM. Yogyakarta, 2000.

Solusi Rendahnya Penyerapan Anggaran Pembangunan

INDONESIA logo

INDONESIA logo (Photo credit: Wikipedia)

Rendahnya penyerapan anggaran dapat berdampak terhadap lambatnya hasil pembangunan yang diterima masyarakat.  Lambatnya hasil pembangunan yang diterima masyarakat akan dapat berdampak terhadap menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksana pembangunan yang dalam hal ini pemerintah.  Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan dapat berdampak terhadap kondisi politik, maksudnya bisa saja dimanfaatkan oleh siapa saja untuk mencari kesempatan demi kepentingan masing-masing.

Seperti diberitakan di berbagai media bahwa berdasarkan Laporan Realisasi Semester I dan Proyeksi Semester II Pelaksanaan APBN TA 2013, anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang terserap pada semester I/2013 tercatat hanya sekitar 163 triliun atau 26,2% dari total APBN.   Kondisi demikian ternyata telah terjadi hampir setiap tahun.  Meskipun tahun 2012 pada semester I penyerapan anggaran mencapai sekitar 30%.   Menghadapi kondisi tersebut, menteri keuangan mengatakan bahwa “proses pencairan anggaran akan dipercepat tetapi tetap perlu dipantau”.  Hal tersebut didukung oleh Plt Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan yang mengatakan bahwa pencairan anggaran akan dilakukan penyederhanaan dengan mengurangi beberapa dokumen yang diperlukan (Koran Sindo: Rabu, 10 Juli 2013).

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatisipasi rendahnya penyerapan anggaran patut diacungi jempol dengan memaksimalkan penyerapan belanja K/L pada semester II/2013 sehingga bisa mendorong peran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi.   Upaya tersebut dengan tidak ada alasan, harus didukung oleh semua K/L agar mempercepat hasil pembangunan dapat diterima masyarakat, meskipun masih belum diketahui dampak dari dikuranginya beberapa dokumen yang diperlukan.

Dengan melihat kondisi yang selalu berulang setiap tahun kiranya ada beberapa hal yang perlu dievaluasi agar kondisi yang demikian tidak terjadi lagi atau minimal dapat dikurangi.   Dalam pelaksanaan program dan anggaran pembangunan, pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara, termasuk diantaranya dibentuknya institusi-institusi yang bertugas mengurusi hal tersebut (mungkin di Bappenas, Kemenku, atau juga UKP4), meskipun hasilnya juga masih seperti yang dirilis dalam Laporan Realisasi Semester I dan Proyeksi Semester II Pelaksanaan APBN TA 2013.

Institusi yang ada tersebut diyakini telah melakukan pemantauan secara seksama dalam pelaksanaan penyerapan anggaran APBN.  Mereka telah bekerja keras menyukseskan pelaksanaan program pemerintah, agar pelaksanaannya sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Namun demikian, bagaimanapun para pelaksana program dan anggaran pembangunan adalah manusia.   Sesungguhnya manusia ituberada dalam keadaan merugi.   Hal ini bisa diartikan bahwa manusia tidak akan mau mengerjakan apa-apa atau hanya menghabiskan waktunya dengan sia-sia, kecuali mereka orang-orang yang taat (beriman), orang-orang yang mau beramal (saleh), dan orang-orang yang mau saling menasehati supaya saling mentaati kebenaran.   Artinya bahwa apabila melaksanakan pekerjaan, sangat perlu untuk saling mengingatkan.  Kondisi ini termasuk dalam pelaksanaan penyerapan anggaran.

Para pejabat yang terkait perlu lagi memutar otak untuk lebih proaktif dengan memberdayakan seluruh sumberdaya yang ada untuk selalu dan mengingatkan kepada para pelaksana khususnya di tingkat K/L.  Tidak ada salahnya setiap bulan memanggil dan mengecek secara langsung bagaimana pelaksanaan  dan rencana selanjutnya dalam penyerapan anggaran di K/L dan bahkan bisa sampai ketingkat para Eselon I, Eselon II termasuk seluruh level pelaksana di semua institusi.

Controlling tidak hanya dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan program, tetapi yang paling penting adalah dengan mengawal selama program tersebut dilaksanakan.   Selain diawasi, pelaksanaan program dan penyerapan anggaran sangat penting untuk dikendalikan.  Hal ini tentu sangat baik dilaksanakan.  Disamping bermanfaat untuk mempercepat pelaksanaan program dan penyerapan anggarannya, juga sangat efektif untuk mengurangi adanya penyimpangan melalui deteksi secara dini selama program dalam pelaksanaan.

Apabila saat ini dirasakan belum ada institusi yang bertanggung jawab terhadap pengendalian pelaksanaan program pembangunan maka tidak ada salahnya jika di negeri ini dibentuk suatu lembaga yang mengurusi masalah pengendalian tersebut.  Lembaga ini selain mengendalikan pelaksanaan program pembangunan juga berkewajiban mengecek secara langsung manfaat apa yang diterima oleh masyarakat, serta apa rencana bulan berikutnya.  Setelah adanya jadwal pelaksanaan program dan penyerapan anggaran, maka jadwal ini harus dijaga betul untuk dapat dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan maka harus dikonfirmasi mengapa tidak dilaksanakan. Jika ada hambatan maka lembaga tersebut harus berusaha membantu sehingga program pembangunan segera dapat dilaksanakan sesuai yang dijadwalkan.  Tidak kalah pentingnya adalah mengingatkan tentang apa yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan program pembangunan yang akan dilakukan bulan berikutnya.

Masyarakat hanya perlu manfaat yang diterimanya, bukan hanya program selesai dilaksanakan.   Pemimpin perlu mengecek sampai dengan outcome, dampak, dan benefide dari program pembangunan, tidak hanya menerima laporan tentang output kegiatan.  Gagasan ini mungkin tidak seratus persen dapat menyelesaikan persoalan tetapi setidaknya akan dapat membantu mengurangi persoalan yang ada.